Pertanyaan:
Bagaimana pandangan secara syar’i (tentang) orang yang (melakukan) KB-suntik menjelang bulan Ramadan, dengan tujuan supaya puasanya bisa sebulan penuh, karena KB-suntik menjadikan tidak haid?
Didik Abu Nada (**[email protected]**)
Jawaban:
Bismillah wash-shalatu wassalamu ‘ala Rasulillah.
Pembahasan ini sama dengan pembahasan menggunakan obat agar darah haid terhenti dan bisa melaksanakan puasa atau ibadah haji sampai selesai. Para ulama telah menegaskan bahwa tindakan semacam ini diperbolehkan, selama obat tersebut tidak membahayakan dirinya.
Imam ‘Atha pernah ditanya tentang wanita yang sedang haid minum obat agar darah haidnya berhenti; bolehkah wanita ini melakukan tawaf? Beliau menjawab, “Boleh, jika dia telah yakin bahwa darahnya terputus. Namun jika yang terhenti hanyalah darah yang mengalir deras, sementara darah belum putus total maka dia tidak boleh tawaf.” (Jami’ Ahkam An-Nisa’, 5:66)
Ibnu Qudamah, dalam kitabnya, Al-Mughni, mengatakan, “Tidak mengapa bagi seorang wanita minum obat untuk menghentikan haid, jika obat tersebut adalah obat yang sudah dikenal masyarakat.” (Al-Mughni, 1:409)
Akan tetapi, satu hal yang patut dipahami, bahwa haid termasuk kodrat Allah bagi para kaum hawa. Ketika Aisyah mengalami haid pada waktu haji wada’, beliau mengalami haid. Kemudian, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menasihatkan agar Aisyah pasrah terhadap ketetapan
takdir ini. Beliau bersabda,
فَإِنَّ ذَلِكَ شَىْءٌ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَى بَنَاتِ آدَمَ
“Sesungguhnya, haid adalah kodrat yang Allah tetapkan bagi para wanita keturunan Adam.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Bersikap pasrah dan tunduk kepada takdir Allah itu lebih baik dibandingkan melakukan upaya melawan kodrat, karena belum tentu itu memberikan jaminan keamanan bagi diri sang Wanita.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah).
Artikel www.KonsultasiSyariah.com
🔍 Suami Lebih Muda Dari Istri Dalam Islam, Hukum Alkohol Dalam Parfum, Doa Untuk Meminta Keturunan, Sunah Sunah Idul Adha, Doa Mandi Wajib Setelah Berhubungan Suami Istri, Najis Yang Dimaafkan